Cerita Pendek Bertema Pendidikan | Penyesalan yang Panjang
Penyesalan Panjang
Karya: Misratul Aulia
“Aduh, aduh, sakit Pak, Sakit!” Kata Doni yang ditarik kupingnya oleh Pak Ahmad karena ia sering membolos sekolah. Doni memang siswa yang paling bandel di kalas IX. Pernah ia tidak masuk sekolah selama satu minggu lamanya. Kemudian ia dipanggil oleh kepala sekolah.
“Kamu sudah satu minggu tidak masuk sekolah.”
“Bagaimana kamu bisa lulus ujian nanti. Kamu sudah ketinggalan pelajaran cukup banyak.” Kata Bapak Kepala Sekolah.
“Ah, masa bodoh, UN kan masih jauh” kata Doni di dalam hati.
Hari demi hari telah berlalu. Ujian Nasional tinggal dua minggu lagi. Siswa-siswi kelas IX sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi UN tersebut. Kecuali si Doni yang kerjaannya Cuma bermain bola, bermain PS, nonton TV, itu saja pekerjaanya setiap hari.
“Doni, kamu kok tidak pernah belajar, sebentar lagi kita kan sudah mau UN. Kamu tidak takut ya kalau seandainya nanti kamu tidak lulus ujian.” Kata Kiki yang saat itu sedang pergi belajar ke rumah temannya.
“Masalah?”
“Ha,ha, mau belajar kek, mau nggak kek, itu kan urusanku.”
“Tidak ada yang berhak mengatur hidupku, titik” kata Doni
“Ah, parah kamu Don. Percuma kalau berbicara dengan kamu.”
Kiki langsung beranjak pergi dengan sedikit kesal.
Akhirnya Ujian Nasional pun telah tiba. Pada hari pertama berlangsung, siswa-siswi gugup menjawab soal. Karena harus berhadapan dengan pengawas luar. Di samping soalnya cukup sulit, dan paketnya juga yang cukup banyak. Tak satu pun ada soal yang sama dalam satu ruangan. Sehingga kemungkinan saling mencotek sudah tidak ada lagi. Tetapi kalau yang sudah mempersiapkan diri jauh sebelumya tidak jadi masalah, bahkan mereka terlihat sangat menikmati setiap soal demi soal.
Setelah empat hari berlangsung, Ujian Nasional yang ditakuti itu pun telah usai. Kini tinggal menunggu pengumuman dalam beberapa hari mendatang. Doni kelihatan santai saja. Ia benar-benar tidak merasakan kekhawatiran layaknya seperti teman-teman yang lain.
Pada saat pengumuman tiba semua terlihat tegang. Ada yang kelihatan sudah mulai menangis sebelum dibagikan amplop pengumuman. Masing-masing siswa didampingi oleh orang tua atau walinya. Semuanya mendengarkan pengumuman dengan seksama.
“Bapak-bapak, Ibu-ibu dan siswa-siswi kami yang kami banggakan….”
“Pada tahun ajaran ini sepertinya kita harus menerima kenyataan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Di mana sejak lima tahun terakhir alhamdulillah kita selalu lulus 100 %, namun apa hendak di kata, untuk tahun ajaran kali ini tidak demikian. Kami mohon maaf sebelumnya jika nantinya ada salah seorang anak kita yang mendapat surat dengan keterangan tidak lulus. Kami selaku dewan guru sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak kita semuanya dengan berbagai cara, langkah, dan pendekatan-pendekatan. Namun hasilnya tetap Tuhan lah yang menentukan. Tetapi kami juga tetap bersyukur karena cuma satu orang yang tidak lulus di sekolah kita ini. Berbeda dengan sekolah-sekolah lainya yang jumlah ketidaklulusannya lebih banyak lagi. Akhir kata, sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu wali murid untuk berkenan hadir dalam acara ini, dan sekali lagi kami minta maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan dalam hati.”
“Wassalamamualaikum wr.wb.”
Hadirin pun serentak menjawab salam.
Setelah satu minggu pengumuman itu berlalu, aku tidak pernah melihat Doni lagi. Biasanya ia selalu ada di tengah orang yang sedang bermain sepak bola itu, atau di Rumahnya Pak Danu sedang bermain game. Sekarang Ia benar-benar telah pergi. Tetapi menurut kata teman-teman yang lebih dekat dengannya, ia mengurung diri di dalam rumah.
***
(Sebuah Penyesalan Panjang, dalam buku Menanti Sahabatku di Sorga (2020), karya siswa-siswi MTs NW Boro'Tumbuh)