Cerpen Bertema Cinta dalam Diam | Terlambat
Ketika matahari tenggelam, hari pun mulai gelap. Senja yang kemerah-merahan mengantarkanku untuk berjumpa dengan seseorang. Yakni, Dia yang telah membuatku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta.
Kala itu aku pergi ke warung untuk membeli lilin. Tak sengaja aku menabrak sosok tubuh yang agak berotot. Tweng......hampir saja tubuhku terpelanting jauh. Untuk saja aku masih bisa menyangga tubuhku yang kecil ini. Kalau tidak, nggak tau deh nasipku bagaimana.
Lalu tiba-tiba sebuah tangan menjulur kepadaku. Sambil terdengar suara yang begitu asing di pendengaranku. “Kamu nggak apa-apa?” sapanya lembut.
Tatapanku pun mulai merayapi tangan itu hingga menjalar ke batang hidungnya. Ups. Detak jangtungku pun tiba-tiba nggak karuan. Aku menjadi bingung mau jawab apa. Aku pun memalingkan wajahku. Sialan, ini cowok apa malaikat sih, pekikku membatin.
Dan dalam kebingunganku jantung ini terus bergegup kencang dan terasa menyesesakkan dada. Meski kenyataannya aku melihat wajahnya dalam sekilas, tapi melihat tatapannya yang begitu berkarisma membuat aku kelepek-kelepek. Ckckckck.....
Aku masih diam membisu. Beberapa saat kemudian dia pun pergi dan lenyap dari tatapanku.
Saat itulah benih-benih cinta itu tumbuh di sanubariku. Dari hari ke hari rasa itu senantiasa terus bersemi dan mulai mengantarkan aku ke lembah asmara yang semakin dalam. Hingga seakan aku tak kuasai lagi untuk menahannya.
Terang benderangnya sang rembulan malam itu setidaknya bisa memberiku cahaya di tengah kegelapan. Aku menatap cahaya lilin sambil berkata “Oh lilin, sampaikan pesan ini padanya karena aku tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaanku.”
Kemudian kumulai terbuai dalam kegelapan hingga tak disangka mataku tertutup dengan sendirinya. Aku pun berharap memimpikan sang pujaan hati. Sambil setengah jaga berjuta pertanyaan melingkari pikiranku.
Mentari bangun dari peristirahatannya. Padi pun melambai dengan ramahnya ditambah kokokan ayam bersahutan. Membuat pagiku terasa cerah ceria. Aku sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Selama perjalanan hanya satu yang menyelimuti pikiranku, mahluk aneh itu. Suaranya pun masih terngiang-ngiang di telingaku.
Setiba di sekolah tanpa sengaja aku melihat sosok baru. Lama kuperhatikan dia dari jauh. Aku masih saja belum percaya kalau itu adalah anak yang menabrakku kemarin itu. Aku pun berusaha lebih dekat. Eh, ternyata memang dia Si Mahluk Aneh. Setelah mendengar percakapan teman-teman yang lain, dia adalah murid baru di sekolahku.
Lalu entah mengapa tiba-tiba rasa gembira yang menyelimuti perasaanku. Tak bisa diungkap dengan kata-kata. Cukup aku dan Tuhan yang tau betapa bahagianya aku hari itu.
Ehm, lantas aku masuk ke dalam kelas. Hari itu aku mengikuti pelajaran dengan antusias. Entahlah, semua yang kulewati hari itu terasa menyenangkan. Hatiku seakan dipenuhi oleh bunga-bunga taman. Aku juga tidak mengerti. Apakah karena kehadirannya?
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Namun aku belum pernah mengungkapkan perasaanku padanya. Berminggu-minggu, berbulan-bulan aku membendung rindu. Hingga dada ini terasa semakin sesak.
Sebenarnya aku ingin mengutarakan perasaanku padanya, namun aku masih ragu, dalam batinku pun berkata, layakkah seorang perempuan mengutarakan isi hatinya terlebih dahulu? Lalu jika pun aku mengutarakannya lebih dahulu takutnya bila ia tidak meresepon. Ah, lebaih banget sih.
.....Dua bulan berikutnya.... .
Aku tak pernah melihat batang hidungnya. Kecuali senyum manisnya yang masih melekat tatkala meneraktirku sepiring CILOK saat kami telah keluar main. Lama kucari tau kabanya. Lalu aku pun berhasil mengendusnya dari seorang teman dekatnya. Ternyata dia pergi ke Jakarta dan tinggal menetap di sana. Gubrakkkk.....
Penulis: Lamya Kausari
(Kumpulan Cerpen "Menanti Sahabatku di Sorga")