Amanat Mensos Hari Pahlawan 2017_Di bawah ini merupakan Naskah/Teks
Pidato/Amanat Menteri Sosial RI ( Khofifah Indar Parawansa) pada
Upacara Peringatan Hari Pahlawan ke-72 Tanggal 10 November 2017. Naskah
amanat ini bisa dibacakan oleh pembina upacara di sekolah/instansi
Anda.Assalamu'alaikum. Wr. Wb.Salam Sejahtera bagi kita semua,Saudara –
saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang
budiman,Alhamdulillah, Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT
Tuhan yang Maha Kuasa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang
memberi kita kesehatan jasmani-rohani, kekuatan mental spiritual serta
kesadaran untuk terus mengemban semangat juang yang tegak berdiri di
atas cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945.Setiap
tanggal 10 November, kita seluruh Bangsa lndonesia memperingati Hari
Pahlawan, mengenang para pendahulu kita, pahlawan dan perintis
kemerdekaan, para pendiri Republik Indonesia, mereka dengan segenap
pemikiran, tindakan dan gerakan perjuangan kolektif yang mereka
lakukan, sehingga saat ini kita semua bisa menikmati hidup di bumi
indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bangsa yang sederajat dengan
bangsa lain, bangsa yang menyadari tugas sejarahnya untuk menjadikan
kemerdekaan sebagai jembatan emas bagi terwujudnya Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.Para Pendiri bangsa
mengabarkan pesan penting kepada kita. Pesan itu adalah bahwa setelah
kemerdekaan diraih, maka tahapan selanjutnya - kita harus bersatu
terlebih dahulu untuk bisa memasuki tahapan bernegara selanjutnya yakni
berdaulat, adil dan makmur. Oleh karena pesan fundamental itulah maka
peringatan Hari Pahlawan 10 November tahun 2017 ini kita mengambil
tema "Perkokoh Persatuan Membangun Negeri".Apabila kita mampu bersatu
sebagai satu bangsa maka kita dapat maju bersama-sama dan
mendistribusikan berkah kemerdekaan baqi seluruh masyarakat
Indonesia.Saudara-saudara sebangsa setanah air, patriot bangsa yang
budiman,Hari Pahlawan yang kita peringati saat ini didasarkan pada
peristiwa pertempuran terhebat dalam riwayat sejarah dekolonisasi
dunia, yakni peristiwa "Pertempuran 10 November 1945" di Surabaya.
Sebuah peristiwa yang memperlihatkan kepada dunia internasional, betapa
segenap Rakyat Indonesia dari berbagai ras/suku, agama, budaya dan
berbagai bentuk partikularisme golongan - bersama-sama melebur menjadi
satu untuk berikrar, bergerak dan menyerahkan hidupnya, jiwa raganya
untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia!Saudara-saudari sebangsa
setanah air, patriot bangsa yang budiman,Bung Karno pernah menegaskan
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa
pahlawannya. Kalimat singkat dari Bung Karno ini memiliki makna yang
sangat mendalam bagi kita semua. Tanpa pengorbanan dan perjuangan para
pahlawan dan perintis kemerdekaan, tidak akan ada gagasan besar untuk
mendirikan sebuah negara yang bernama Republik Indonesia.Dalam setiap
rangkaian perjuangan kepahlawanan yang membentuk kelndonesiaan kita,
kita dapat mengambil pelajaran dari apinya perjuangan para pendahulu
kita, api yang menjadi suasana kebatinan dan pelajaran moral bagi kita
semua yakni, api yang membentuk terbangunnya Persatuan Indonesia yang
terdiri atas dua hal yakni adanya harapan dan pengorbanan! Harapan dan
pengorbanan itulah yang membentuk persatuan dan melahirkan Indonesia,
merawat eksistensinya dalam panggung sejarah bangsa-bangsa, dan harus
terus dinyalakan agar Republik Indonesia tetap berdiri tegak, menjadi
besar dan terus memberi sumbangan penting sebagai bagian dari
persaudaraan ummat manusia di dunia.Saudara-saudari sebangsa setanah
air, patriot bangsa yang budiman,Berbagai sejarah kepahlawanan,
mengisahkan tentang menyala-nyatanya api "Harapan" yang menjadi
pemantik dari berbagai tindakan-tindakan heroik yang mengagumkan.
Begitu pula Republik Indonesia tercinta ini ketika diproklamirkan,
dengan keberanian, tekad, pemikiran orisinil tentang kehidupan
bernegara yang teduang dalam Pancasila dan UUD 1945 dan pengorbanan
yang besar, maka berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaaannya.Apakah yang
menjadi pemantik sehingga pendahulu kita berani memproklamirkan
kemerdekaan saat itu? Keberanian itu dapat digerakkan oleh sebuah modal
tak ternilai dan tidak kasat mata, modal itu adalah adanya sebuah
harapan. Sebuah harapan yang menimbulkan optimisme dalam hidup, sebuah
harapan yang membuka segenap potensi, kita punya vitalitas dan daya
hidup kemanusiaan untuk membuka terang kehidupan di masa depan, sebuah
harapan bahwa dengan mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Indonesia, maka kita dapat membangun sebuah
kehidupan bernegara, sebuah rumah tangga politik kebangsaan dan
kenegaraan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.Saat ini
harapan akan masa depan yang lebih baik tersebut telah ditambatkan oleh
Pemerintahan Presiden Bapak Joko Widodo dan Wakil Presiden Bapak H.M.
Jusuf Kalla melalui sebuah visi transformatif yang mengarahkan dan
menghimpun gerak seluruh elemen Republik Indonesia yakni : "Terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan
gotong-royong".Dalam kerangka mewujudkan visi tersebut telah dirumuskan
sembilan agenda prioritas pemerintahan ke depan yang disebut NAWA CITA.
Kesembilan agenda prioritas itu bisa dikategorisasikan ke dalam tiga
ranah; ranah mental-kultural, ranah material (ekonomi) dan ranah
politik. Pada ketiga ranah tersebut, Pemerintah saat ini berusaha
melakukan berbagai perubahan secara akseleratif, berlandaskan
prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.Ketiga ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan
tapi tak dapat dipisahkan. Satu sama lain saling memerlukan pertautan
secara sinergis. Perubahan mental-kultural memerlukan dukungan politik
dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi budaya. Sebaliknya
perubahan politik memerlukan dukungan budaya dan material berupa budaya
demokrasi dan ekonomi politik.Saudara-saudara sebangsa setanah air,
patriot bangsa yang budiman,Republik Indonesia yang berdiri atas berkat
rakhmat Allah Yang Maha Kuasa ini dapat kita terus nikmati
kemerdekaannya karena para pahlawan pendahulu kita mengajarkan kepada
kita keteladanan akan rela berkorban. Bung Karno mengingatkan
berkali-kali dalam berbagai pidatonya, bahwa kehidupan bernegara
Republik Indonesia ini hanya bisa terwujud dan menjadi lebih baik dan
maju kalau kita semua mau berkorban, mau memberi dan mau mengabdikan
hidup untuk merawatnya!Kalangan ulama sufi mengajarkan mutiara
kebijaksanaan; bahwa jalan membangun ketaqwaan dan hidup berkah dibawah
lindungan Allah SWT adalah dengan meluruhkan ego personal dan
kepentingan kelompok untuk meleburkan kita dalam tarian pengabdian
kepada Sang Khalik bersama dengan semesta alam.Saudara-saudara
sekalian, bukan sebuah kebetulan tanpa penghayatan dan pemikiran yang
mendalam ketika para pendiri republik menempatkan Ketuhanan Yang Maha
Esa sebagai Sila Pertama. Mengingat bahwa hanya dengan hadirnya
spiritualitas didalam jiwa sebuah masyarakat, dengan Iman kepada Allah
Yang Maha Kuasa, tiap-tiap orang rela mengorbankan dan memberi hidup
dan jiwanya untuk tujuan kehidupan bersama. Demikianlah yang kita dapat
pelajari dalam momen Peristiwa 10 November 1945. Inilah yang menjadi
penjelasan ketika Bung Tomo meneriakkan pekik yang membakar semangat
juang yaitu; Allahu Akbar. Demikian pulalah yang membuat KH Hasyim
Asy’ari mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia setelah ditanya oleh Bung Karno, bagaimana hukum
dan posisi ummat Islam dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah soliditas dan solidaritas kebangsaan dari seluruh rakyat
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya.Dalam semangat cinta
tanah air, menjaga pusparagamnya dan kebhinekaan kita, para pendiri
republik dan pahlawan pendahulu menuangkan sumbangan terbaiknya kepada
kita semua. Pada 28 Oktober 1928, seluruh pemuda Indonesia meluluhkan
ego-ego kedaerahan, kelompok, ras dan golongan untuk menyatakan dan
berikrar sebagai satu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan bahasa
Indonesia.Ikrar kebangsaan inilah yang memberi spirit pengorbanan
persatuan wanita Indonesia melalui Kongres Wanita Indonesia tahun 1928
selaras dengan perjuangan RA Kartini untuk memberi pendidikan modern
dan kebangsaan bagi rakyat Nusantara sebelum Sumpah Pemuda dicetuskan.
Ikrar kebangsaan Indonesia inilah yang memberi semangat pada pemuda
Wage Rudolf Supratman untuk memperdengarkan pertama kalinya sebuah lagu
yang selanjutnya menjadi lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam pertemuan
Sumpah Pemuda 1928. Kesadaran keIndonesiaan ini pula yang menggerakkan
seorang keturunan Tionghoa bernama Kwee Kek Beng yang menjadi pemimpin
redaksi koran Sin Po. Pada saat kepemimpinan beliaulah koran Sin Po
menjadi koran pertama yang berani memuat teks lagu Indonesia Raya
meskipun harus berhadapan dengan ancaman kolonial Belanda.Keteladanan
untuk membangun kebersamaan dan persatuan yang melampaui partikularitas
ini pula - yang menggerakkan Pemuda Kristen asal Ambon bernama Johannes
Leimena untuk mengkonsolidasikan para pemuda Kristen lainnya,
meninggalkan partikularitas - menjadi satu - menjadi bagian dari Bangsa
Indonesia. Semangat rela berkorban ini pula yang menggerakkan KH. Wahab
Hasbullah pada tahun 1934 melahirkan syair menggetarkan Yaa ahlal
Wathan (wahai patriot bangsa) yang dengan karya seni ini beliau
mengisyaratkan sebuah fatwa penting bahwa kecintaan terhadap tanah air
Indonesia adalah bagian dari iman!Dan selanjutnya pada peristiwa
Pertempuran 10 November, inspirasi dari RA Kartini, ikrar Sumpah
Pemuda, lagu kebangsaan Indonesia Raya, keberanian dari Kwee Kek Beng,
komitmen dari Johannes Leimena, Syair Yaa ahlal Wathan dan berbagai
karya cipta yang menggerakkan ruh pendahulu kita, berperan besar
sebagai penanda estetik – heroik , sebagai energi penggerak Arek-Arek
Suroboyo yang dibantu dengan semangat solidaritas dan bela rasa oleh
seluruh Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia.Saudara-saudara sebangsa setanah air patriot bangsa yang
budiman,Riwayat negeri kita Republik Indonesia menorehkan banyak sekali
teladan tentang semangat untuk memberi dan semangat untuk berkorban
menjaga persatuan Indonesia. Mari kita panggil memori kita, pada saat
fajar kemerdekaan Indonesia, pada 18 Agustus 1945 para pendiri Republik
dari golongan Islam yakni KH Wahid Hasjim, Kasman Singodimejo, Ki
Bagoes Hadikusumo dan Tengkoe Muhammad Hassan bersama dengan Muhammad
Hatta memberikan sumbangan besar bagi bangsa ini yakni menghapus tujuh
kata "Dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dan
merubah Sila Pertama menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan lapang
hati.Semangat kebangsaan kita yang juga kita kenang hari ini di Hari
Pahlawan adalah sebuah nasionalisme yang dilandasi oleh kemanusiaan
universal bukan nasionalisme yang sempit. Sebuah nasionalisme yang oleh
Bung Karno diikrarkan bahwa "My Nationalism is Humanity". Sebuah
nasionalisme yang ditegaskan dalam Pidato 1 Juni Lahirnya Pancasila
bahwa nasionalisme hanya bisa hidup subur di dalam tamansarinya
internasionalisme. Internasionalisme dapat hidup subur jikalau berakar
dalam buminya nasionalisme. Prinsip yang dibangun oleh sebuah landasan
filosofis yang tinggi bahwa kita bukanlah makhluk egois namun makhluk
sosial yang menghimpun menjadi satu sebagai sebuah bangsa, yakni bangsa
Indonesia. Di dalam kehidupan menjadi bangsa tersebut kita menyadari
diri pula bahwa diri kita adalah bagian dari keluarga besar ummat
manusia.Saudara sebangsa setanah air yang budiman, pada dasarnya setiap
warga bangsa menyadari bahwa kita semua mewarisi sebuah konsepsi,
sebuah etos, sebuah niat dan tindak perilaku kepahlawanan yang tinggi
dan luar biasa. Inilah saatnya kita menuntaskan perjuangan membangun
bangsa dengan sikap mental yang positif dan konstruktif yaitu membangun
sebuah bangsa yang merdeka,maju, berdaulat dan terbuka. Hanya dengan
revolusi mental yang positif, optimis dan sadar riwayat kita sebagai
bangsa yang merdeka, berdaulat dan terbuka kita menyelami tantangan dan
persoalan yang kita hadapi bersama dengan semangat persatuan di dalam
kesetaraan seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi!Saudara-saudara
sebangsa setanah air patriot bangsa yang budiman,Pada era milenium
kedua saat ini kita tengah menyaksikan sebuah transformasi besar dalam
hubungan internasional diantara bangsa-bangsa dunia. Kita sedang
menyaksikan suatu zaman yang diutarakan oleh jurnalis Gideon Rahman
pada tahun 2016 tentang fajar baru pergeseran global dimana kemajuan
peradaban dunia disebut sebagai era Easternization atau
Timurisasi.Dalam era kemajuan global seperti ini negara-negara Asia
dianggap sebagai kutub-kutub baru kemajuan peradaban dunia. Oleh karena
itulah persatuan Indonesia bukan hanya sebuah imperatif yang harus kita
rawat sebagai suatu bangsa namun lebih dari itu Persatuan Indonesia
adalah sebuah prasyarat bagi kita menjadi bagian dari kekuatan yang
tengah tumbuh, the rising force bersama dengan bangsa-bangsa lain yang
saat ini menjadi sorotan kemajuan seperti China, India dan Korea untuk
menjadi menara-menara baru pembawa obor kemanusiaan. Membawa cahaya
baru yang menjadi pandu kemajuan dunia berlandaskan nilai-nilai
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang sejalan dengan nilai-nilai dasar negara
kita yakni Pancasila.Pada kesempatan yang baik ini kami mengajak kepada
seluruh lapisan masyarakat untuk terus berjuang, bekerja, berkarya
menjadi pahlawan bagi diri sendiri, pahlawan bagi lingkungan, pahlawan
bagi masyarakat maupun pahlawan bagi negeri ini, Selamat Hari Pahlawan
Tahun 2017.Demikian, semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melindungi bangsa dan negara Indonesia. Amin.Merdeka.Sekian dan terima
kasih.Wassalamu'alaikum. Wr. Wb.Silakan Download Teks Amanat Mensos RI
pada Upacara Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2017 (PDF)